Beruntung sekali saya ke Singapura kali ini, karena bertepatan dengan dibukanya kembali Malay Heritage Centre yang sempat ditutup untuk renovasi sejak bulan Agustus 2011 lalu. Hari ini, 2 September 2012 Pusat Kebudayaan Melayu di Singapura ini kembali membuka gerbangnya lebar-lebar untuk menerima pengunjung tanpa dipungut biaya hingga akhir September 2012.
Ternyata banyak hal menarik yang dapat kita lihat di museum ini, termasuk majalah “Mastika” yang terbit pada tahun 1952 dengan sampul muka yang bergambarkan Ibu R.A. Kartini. Belum lagi film-film dokumenter menarik, yang meliput tentang permainan tradisional masyarakat Melayu, seperti bagaimana cara bermain kelereng, gasing atau lompat tali. Kita memang serumpun, jadi tak heran jika memiliki banyak persamaan budaya.
Ada Ibu Kartini di Malay Heritage Centre
Malay Heritage Centre yang bisa diartikan juga sebagai Taman Warisan Melayu dibuka sejak 27 November 2004. Terletak di Sultan Gate, daerah Kampong Glam, Singapura yang menempati tanah seluas 8,000 meter persegi. Berperan sebagai pusat kebudayaan yang memamerkan budaya, kultur dan sejarah warga Melayu Singapura. Gedung ini dulunya adalah Istana Kampong Glam yang direstorasi oleh The Malay Heritage Foundation sejak tahun 1999 dan rampung pada tahun 2004.
Banyak aktivitas kebudayaan dan workshop yang digelar disini dan berkat bantuan dari Badan Kebudayaan Nasional, tempat ini berusaha untuk menjadi museum yang berstandar internasional dan akan bekerjasama dengan beberapa museum besar di Indonesia dan Malaysia.
Memang tidak dapat dipungkiri sebagai negara serumpun, Singapura, Indonesia dan Malaysia banyak memiliki kesamaan budaya. Di museum ini juga terpajang berbagai koleksi keris, yang selama ini kita tahu sangat akrab dengan masyarakat Jawa di Indonesia. Saya juga takjub melihat sebuah film dokumenter mengenai permainan anak-anak Melayu, diantaranya ada permainan kelereng, gasing dan juga lompat tali.
Film dokumenter ini dibuat secara detail dan serius. Diperlihatkan dua orang bocah yang sedang bermain kelereng, lengkap dengan cara memainkannya. Begitupun permainan lompat tali, dengan tali yang terbuat dari karet gelang yang diuntai, persis seperti waktu kecil dulu saya melihat teman-teman bermain di dekat rumah dan sekolah. Sungguh membangkitkan kenangan masa kecil saya yang masih tersentuh permainan-permainan tradisional tersebut. Berbeda sekali dengan sekarang, banyak kita lihat anak balita yang sudah akrab berinteraksi dengan permainan-permainan di iPad atau android.
Seperti telah saya sebutkan di depan, bahwa sepanjang bulan September ini Malay Heritage Centre menggelar Malay Culturefest dan membuka pintunya untuk umum secara gratis. Di hari pembukaan ini pengunjung yang datang mendapatkan cinderamata berupa sebuah tas kain berisi buku agenda klasik dengan sampul berwarna cokelat serta sekantung kelereng, unik! Selain itu ada pertunjukan musik Melayu, yang dibawakan oleh tiga orang pemain alat musik lengkap dengan busana khas Melayu mereka. Lengkap rasanya melihat pameran di museum ini dengan lantunan lagu-lagu Melayu yang dikumandangkan.
Koleksi di museum ini terawat dengan baik dan ditata dalam beberapa diorama serta ruang pameran. Beberapa siswa sekolah juga diperbantukan untuk menjadi pemandu di museum dan siap memberikan penjelasan kepada pengunjung. Melihat museum ini membuat saya jadi berharap, semoga suatu hari nanti lebih banyak lagi museum yang kita miliki di Indonesia dapat berbenah diri, sehingga lebih menarik untuk dikunjungi.
Malay Heritage Centre
85 Sultan Gate, Singapore 198501
Tel: +65 6391 0450
Email: [email protected]
Website: www.malayheritage.org.sg