Kalau selama ini mungkin cuma kepikiran untuk berkunjung ke Petra kalau ke Yordania, masukin juga deh ke list kamu untuk singgah ke Jerash. Kenapa sih musti ke Jerash? Hemm… kamu bakalan terpukau (seperti juga saya waktu berkunjung ke sini!), karena kita serasa ada di suatu tempat di Italia. Jerash atau dulu juga disebut Gerasa adalah kota kuno (ancient city) Romawi terbesar di dunia, yang ada di luar Italia. Jadi kalau lihat bangunan dan puing-puing kota ini bagai lagi jalan-jalan ke Roma. Jejak-jejak sejarah di Jerash bisa ditarik mundur dari ribuan tahun lalu, mulai dari Jaman Perunggu, dan dianeksasi ke wilayah Romawi sejak sekitar tahun 63 Masehi. Lokasinya cuma sekitar 48 km dari ibukota Amman ke arah Suriah, dengan mobil atau bus bisa ditempuh ngga sampai satu jam perjalanan.
Bareng sama teman-teman media lain yang diundang oleh Jordan Tourism Board, saat kami sampai di kawasan Jerash, matahari cerah bersinar dan suhu saat itu sekitar 25 derajat Celsius, tapi ngga terlalu terasa panas karena di bulan November sudah masuk ke musim dingin di Yordania jadi angin yang berhembus cukup sejuk. Emang sebaiknya kalau mau mengunjungi kota tua ini sebelum tengah hari atau menjelang sore, supaya ngga terlalu digigit teriknya matahari.
Setelah tiba di parkiran yang cukup luas, oleh Ramzi – tour guide kami, diajak memasuki sebuah bangunan tempat para penjual cenderamata untuk menuju ke loket pembelian karcisnya. Kira-kira ada sekitar duapuluhan kios di dalam bangunan ini. Saat pulang kami juga melewatinya lagi, jadi kalau memang niat belanja oleh-oleh sebaiknya belakangan aja, supaya ngga repot bawa-bawa tentengan.
Okay… Let’s explore Jerash! Ada 3 gerbang masuk ke Jerash yang bentuk gapuranya kerucut seperti ujung anak panah. Di musim panas bukanya dari jam 8 pagi sampai 5 sore, tapi di musim dingin cuma sampai jam 4 sore, karena di Yordania jam 5 sore saat musim dingin tuh suasana sudah gelap. Untuk tiket masuknya 8 JOD per orang, dan gratis untuk anak 15 tahun kebawah.
Kami masuk dari gerbang bagian selatan yang dinamai Hardian’s Arch, gerbang ini dibangun pada 129 Masehi. Penamaan gerbang Hardian’s Arch adalah sebagai penghormatan untuk Kaisar Hardian yang sempat tinggal disitu dan telah membuat nama kota Jerash semakin terkenal di masa itu. Kota Greco-Romawi ini sendiri mulai dibangun pada masa Alexander The Great di tahun 331 Sebelum Masehi, saat perjalanannya dari Mesir melintasi Suriah, untuk menuju ke Mesopotamia. Dan saat kekuasaan Romawi di tahun 63 Sebelum Masehi, Jerash dianeksasi ke wilayah Romawi Suriah.
Kota ini diibaratkan bagai “Pompeii dari Timur Tengah”, karena Jerash juga pernah hancur karena gempa bumi besar di tahun 749 Masehi dan terbengkalai selama beberapa ratus tahun, sampai ditemukan kembali oleh seorang penjelajah Jerman – Ulrich Jasper Seetzen pada tahun 1806. Setelah pemugaran, Jerash menjadi salah satu kota Romawi yang paling penting dan kondisinya paling terawat baik hingga kini.
Karena kami masuk dari gerbang Hardian, maka yang kami temui pertama di kompleks ini adalah bangungan Hippodrome, yaitu arena pacuan kereta kuda yang memang merupakan kegiatan populer pada masa itu. Bangunan ini panjangnya sekitar 245 meter dan lebar 52 meter, dengan tempat duduk di sisinya yang kabarnya bisa menampung sekitar 15 ribuan orang. Hippodrome juga jadi tempat masyarakat berkumpul untuk acara-acara besar saat itu.
Nah, setelah melewati Hippodrome kita akan dibuat terpukau dengan Temple of Zeus yang dibangun pada tahun 162 Masehi, menghadap ke satu pelataran megah tempat berdirinya Oval Plaza. Pelataran ini memiliki luas sekitar 80 x 90 meter persegi, dikelilingi oleh 56 pilar atau kolom yang tingginya sekitar 8 meter. Ramzi – tour guide kami menjelaskan bahwa dulunya tempat ini berfungsi sebagai pusat belanja dan berkumpul layaknya sebuah plaza.
Sekarang di tengah Oval Plaza kita bisa melihat satu kolom yang ternyata baru ditambahkan pada tahun 1981, dalam rangka Jerash Festival yang digelar setiap tahunnya atas prakarsa Ratu Nour. Pilar tadi adalah tempat dinyalakannya api tanda festival digelar selama tiga minggu di pertengahan Juli sampai awal Agustus setiap tahunnya, menyajikan berbagai pagelaran seni dan budaya dari artis dan seniman Jordan, dataran Arab dan internasional.
Selain selain itu di kompleks ini kita juga terdapat sebuah bangunan Amphitheatre, yaitu tempat pertunjukan dengan panggung dan tempat duduk tribun melingkar dari batu yang berbentuk seperti anak-anak tangga. Boleh dibilang memang bentuknya hampir sama dengan puing-puing peninggalan bangunan serupa di berbagai kota-kota kekaisaran Romawi.
Keunikan dari amphitheatre ini yang juga saya sempat coba sendiri adalah, kalau kita berdiri di satu titik di tengah pelatarannya, maka kita (dan seluruh orang yang duduk di dalam bangunan ini) bisa mendengar suara yang berbicara atau tampil di titik itu dengan lantang seperti pakai mikrofon. Wow! Ternyata di jaman dulu mereka sudah menguasai teknologi untuk memantulkan suara bagai pakai speaker. Rahasianya adalah ada bulatan-bulatan cekung yang dibuat di dinding bawah tribun tempat duduk yang setengah melingkar itu.
Menurut tour guide kami, bangunan amphitheatre ini juga jadi salah satu panggung utama saat Jerash Festival digelar. Di Bangunan ini bisa muat 5000-6000 penonton!
Dari pelataran Oval Plaza, ada sebuah jalanan kuno yang dasarnya disusun dari batu-batuan yang cukup besar dan masih asli dari saat kota kuno ini didirikan. Melintasi jalan sepanjang kurang lebih 800 meter ini, menghubungkan kita ke gerbang kota di bagian selatan dan sebuah teater lainnya. Jalan ini disebut juga sebagai cardo, nama latin yang diberikan untuk jalan utara-selatan di kota-kota Romawi Kuno.
Tempat terakhir yang kami kunjungi saat hampir tengah hari adalah Kuil Artemis, yang didedikasikan untuk Artemis – yang merupakan dewi perawan, putri Zeus dan Titan Leto, juga saudari kembar Apollo. Dia adalah dewi perburuan, alam liar, dan kelahiran. Satu rahasia kenapa pilar-pilar di kuil ini bisa tetap kokoh berdiri dan tidak rubuh diguncang gempa, adalah karena didesain dasar pilar ini tidak tertanam permanen, tapi bisa bergerak mengikuti goyangan angin atau gempa. Canggih banget ya, orang jaman dulu sudah mikirin teknologi ini!
Nah, untuk buktiinnya tour guide kami tunjukin demo dengan masukin sebuah gagang sendok di sela-sela antara batangan pilar dan lempengan dasarnya. Dan benar, sendok itu bergoyang-goyang mengikuti goyangan salah satu pilar raksasa itu.
Ngga kerasa sudah hampir 3 jam kami menyusuri sisi-sisi kota kuno ini yang bagai membawa masuk ke dalam mesin waktu, dan melihat kehidupannya di masa lampau. Melihat keindahan puing-puing kota kuno Jerash yang memukau ini bikin lupa waktu! Untung banget rasanya bisa diajak jalan sama Jordan Tourism Board ke kota kuno yang indah ini.